Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau ±17.000 memiliki peluang sangat besar untuk mengembangkan potensi di bidang perikanan dan kelautan termasuk produksi garam. Namun kondisi yang terjadi saat ini justru sebaliknya, produksi garam nasional mendapat sorotan karena rendahnya produksi ditengah tingginya permintaan garam baik untuk konsumsi maupun industri. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan akhirnya mengambil keputusan untuk membuka kran impor garam dari Australia sebanyak 75.000 ton. Keputusan ini merupakan solusi jangka pendek agar kebutuhan garam yang mendesak di pasaran terpenuhi.
Analisa penyebab rendahnya produksi garam nasional mulai dibahas oleh beragam stakeholder baik dari kementerian terkait, pemerintah daerah, pelaku industri garam, petani garam, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan pihak terkait lainnya untuk menganalisis penyebab dan merumuskan solusi jangka panjang yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produksi garam nasional. Terkait dengan penyebabnya, beberapa pakar dan analis menyatakan iklim sebagai salah satu penyebab utama dalam penurunan produksi garam nasional. Perubahan iklim yang terjadi saat ini mengacaukan musim penghujan dan kemarau sehingga hasil panen garam petani tidak maksimal.
Data Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) menyatakan kebutuhan total garam nasional tahun 2016 adalah 4,1 juta ton, sedangkan hasil panen garam petani tahun lalu hanya sebesar 118.000 ton. Penggunaan teknologi konvensional melalui pemanfaatan sinar matahari oleh petani dalam usaha tambak garam menjadikan kerentanan mereka terhadap perubahan iklim sangat tinggi. Penelitian Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization menyebutkan, La Nina ekstrem bisa terjadi lebih cepat, yakni setiap 13 tahun, bukan lagi setiap 23 tahun atau dengan kata lain 10 tahun lebih cepat. Penurunan drastis produksi garam nasional tahun lalu pun terjadi karena dampak La Nina yang menjadikan musim kemarau Indonesia dalam kondisi basah.
Setelah menganalisis penyebab penurunan produksi garam, beragam solusi untuk jangka panjang mulai ditawarkan diantaranya adalah perlindungan terhadap petani garam harus dilaksanakan. Salah satu upaya perlindungan yang bisa dilakukan yakni melalui pendampingan kepada petani untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim yang terjadi saat ini. Adaptasi petani terhadap dampak negatif perubahan iklim bisa diimplementasikan melalui kombinasi antara kearifan lokal yang sudah dimiliki petani setempat dengan teknologi yang dapat meningkatkan produksi dan kualitas garam petani. Solusi selanjutnya adalah ekstensifikasi lahan tambak garam. Proses perluasan (ekstensifikasi) ini harus didukung dengan infrastruktur memadai yang bisa di fasilitasi oleh Kementerian terkait.
Persoalan garam ini memberikan pelajaran bahwa perubahan iklim yang terjadi saat ini nyata dan dapat dirasakan oleh seluruh penduduk bumi, serta memberikan dampak negatif pada ketahanan pangan termasuk garam. Kejadian ini membuat kita belajar bahwa setiap individu hari ini harus saling berbagi tanggung jawab untuk membuat keadaan bumi menjadi lebih baik.
Penulis : Himma